Innovillage menghasilkan inovasi InnoMilk, PANDA, dan SNINCER (Stunting Care) sebagai inovasi pengentasan stunting berbasis teknologi digital.
Jakarta, 11 Juni 2025 – Stunting masih menjadi tantangan besar dalam pembangunan sumber daya manusia, khususnya pada anak. Salah satu upaya nyata dalam pengentasan stunting hadir melalui program Innovillage yang diinisiasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) dalam mendorong pemanfaatan digitalisasi dan menumbuhkan talenta digital Indonesia. Bersama Innovillage, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia diberikan wadah dan kesempatan untuk merancang serta merealisasikan proyek inovasi sosial berbasis teknologi digital. Pada tahun ini, beberapa ide kreatif dari mahasiswa difokuskan untuk membantu mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di daerah-daerah rentan.
Senior General Manager Social Responsibility Telkom Hery Susanto menyampaikan bahwa program Innovillage merupakan wujud nyata komitmen Telkom dalam mendukung pembangunan berkelanjutan melalui inovasi digital.
“Innovillage adalah bagian dari upaya Telkom untuk mendukung prinsip ESG dan pencapaian SDGs, khususnya dalam mendorong pemanfaatan digitalisasi untuk menjawab tantangan sosial di masyarakat. Salah satu isu yang menjadi perhatian utama adalah pencegahan stunting. Kami sangat mengapresiasi kontribusi mahasiswa yang telah menghasilkan berbagai solusi inovatif berbasis teknologi untuk mengatasi masalah tersebut,” ujar Hery.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa program ini juga berperan penting dalam mencetak talenta digital masa depan. “Kami percaya bahwa menciptakan generasi muda yang melek teknologi dan mampu menghasilkan inovasi digital akan mempercepat transformasi digital bangsa. Melalui Innovillage, Telkom tidak hanya mendorong solusi bagi masyarakat, tetapi juga menyiapkan ekosistem talenta digital yang tangguh dan inklusif,” tambahnya.
Menurut Hery, inklusi digital menjadi kunci penting dalam membangun masyarakat yang berdaya saing. “Kami berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan kapasitas anak muda, agar mereka dapat menjadi bagian dari solusi masa depan yang lebih berkelanjutan.”
Mengutip data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dinyatakan bahwa prevalensi stunting nasional tercatat sebesar 21,5%, masih cukup jauh dari target 14 persen yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2024. Kondisi ini menegaskan pentingnya upaya lintas sektor dalam mempercepat perbaikan gizi dan kesehatan, khususnya pada periode krusial 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Upaya pencegahan stunting di Indonesia tidak cukup dengan hanya mengandalkan bantuan pangan, akan tetapi perlu dimulai dengan perubahan pola pikir dan perilaku keluarga. Prof. Dr. Martha Christina dari Universitas Diponegoro menegaskan, “Pencegahan stunting dapat dimulai dalam keluarga melalui asupan makanan bergizi dan perilaku sehat sehingga terhindar dari penyakit yang dilakukan sejak sebelum hamil, saat kehamilan, saat menyusui, dan pada anak baduta (bayi bawah dua tahun).”
Hal senada disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), pakar gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang mengatakan, “Permasalahan stunting bukan hanya karena ekonomi, tetapi juga akibat pola asuh dan ketidaktahuan keluarga tentang pentingnya gizi sejak dini.” Melalui pernyataan ini, ditunjukkan bahwa edukasi dan pendampingan masyarakat menjadi kunci penting untuk memutus rantai stunting antar generasi.
Dari Universitas Tadulako, tim mahasiswa menghadirkan inovasi berupa susu analog tinggi protein yang terbuat dari ikan penja dan daun kelor bernama InnoMilk. Produk ini telah melalui pengujian laboratorium yang menunjukkan kemampuannya memenuhi kebutuhan gizi anak stunting, dengan ketahanan produk hingga satu bulan setelah proses produksi. InnoMilk juga memanfaatkan platform digital untuk monitoring distribusi dan edukasi masyarakat tentang pentingnya konsumsi gizi seimbang.
Tak kalah inovatif, tim dari Universitas Pakuan mengembangkan aplikasi PANDA (Panic Notification Device Andalan), sebuah sistem yang memungkinkan ibu hamil dan bayi mendapatkan akses cepat terhadap layanan kesehatan dalam kondisi darurat. Cukup dengan membuka aplikasi dan menekan tombol darurat tiga kali, sinyal bantuan langsung dikirimkan ke instansi kesehatan terdekat. Selain itu, aplikasi ini juga menawarkan berbagai fitur edukasi kesehatan serta sistem komunikasi darurat melalui aplikasi WhatsApp.
Sementara itu, dari Politeknik Negeri Medan, hadir SNINCER (Stunting Care), sebuah platform digital yang menggabungkan edukasi, konsultasi kesehatan online, hingga sistem reward untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kesehatan keluarga. Lewat pendekatan berbasis komunitas ini, SNINCER berupaya mendorong perubahan perilaku masyarakat menuju pola hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Ketua Tim InnoMilk dari Universitas Tadulako Diva Avicenna menyampaikan bahwa melalui hasil karya inovasi mereka tidak hanya berfokus pada penciptaan susu analog tinggi protein serta penggunaan platform digital dalam pemantauan kesehatan anak. Akan tetapi juga berfokus pada integrasi teknologi sebagai alat kendali sosial.
“Inovasi kami bukan hanya pada produknya, tetapi juga pada penggunaan platform digital kontrol masyarakat untuk memantau kesehatan anak, mengedukasi gizi, mendistribusikan susu, dan mendorong partisipasi warga. Innovillage 2024 menjadi langkah menjanjikan untuk mendorong pembangunan dari akar, karena memberi ruang bagi masyarakat desa menciptakan solusi yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan mereka,” ujarnya.
Innovillage 2024 menjadi bukti bahwa perubahan besar bisa berawal dari inovasi kecil yang dilahirkan oleh generasi muda. Tidak hanya memperkenalkan solusi berbasis teknologi, program ini juga menumbuhkan semangat kolaborasi, kepedulian sosial, dan pemberdayaan komunitas. Dengan terus mendorong lahirnya inovasi-inovasi seperti ini, Indonesia optimistis dapat mempercepat pencapaian target nasional dalam menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan anak bangsa.